Monthly Archives: Juli 2012

Cahaya Bisa Menghasilkan Daya Angkat

Para ilmuwan menciptakan foil cahaya yang dapat mendorong obyek-obyek kecil ke samping.

Cahaya difungsikan untuk menghasilkan tenaga yang sama yang membuat pesawat udara terbang, seperti yang ditunjukkan oleh studi baru.

Dengan desain yang tepat, aliran seragam cahaya mendorong obyek-obyek yang sangat kecil seperti halnya sayap pesawat terbang menaikkan tubuh pesawat ke udara.

Para peneliti telah lama mengetahui bahwa memukul sebuah obyek dengan cahaya dapat mendorong obyek tersebut. Itulah pemikiran di balik layar surya, yang memanfaatkan radiasi untuk tenaga pendorong di luar angkasa. “Kemampuan cahaya untuk mendorong sesuatu sudah diketahui,” tutur rekan peneliti Grover Swartzlander dari Institut Teknologi Rochester di New York, seperti yang dikutip Science News (05/12/10).

Trik baru cahaya lebih menarik dari sebuah dorongan biasa: Hal itu menciptakan tenaga yang lebih rumit yang disebut daya angkat, bukti ketika sebuah aliran pada satu arah menggerakkan sebuah obyek secara tegak lurus. Foil udara atau airfoil menghasilkan daya angkat; ketika mesin memutar baling-baling dan menggerakkan pesawat ke depan, sayap-sayapnya yang dimiringkan menyebabkan pesawat itu naik.

Foil cahaya tidak dimaksudkan untuk menjaga sebuah pesawat tetap berada di udara selama penerbangan dari satu bandara ke bandara lainnya. Namun kesatuan alat-alat yang sangat kecil tersebut boleh digunakan untuk mendayakan mesin-mesin mikro, mentransportasikan partikel-partikel yang sangat kecil atau bahkan membolehkan metode-metode sistem kemudi pada layar surya.

Daya angkat optik merupakan “ide yang sangat rapi”, kata fisikawan Miles Padgett dari Universitas Glasgow di Skotlandia, namun terlau dini untuk mengatakan bagaimana efek tersebut boleh dimanfaatkan. “Mungkin berguna, mungkin tidak. Waktu yang akan membuktikan.”

Cahaya tersebut dapat memiliki daya angkat yang tak terduga ini dimulai dari sebuah pertanyaan yang sangat sederhana, Swartzlander mengatakan, “Jika kita mempunyai sesuatu berbentuk sayap dan kita menyinarinya dengan cahaya, apa yang terjadi?” Eksperimen-eksperimen pemodelan menunjukkan kepada para peneliti bahwa sebuah defleksi asimetris cahaya akan menciptakan sebuah daya angkat yang sangat stabil. “Jadi kami pikir lebih baik melakukan satu eksperimen,” kata Swartzlander

Para peneliti membuat batangan-batangan sangat kecil berbentuk mirip sayap pesawat terbang, di satu sisi pipih dan di sisi lainnya berliku. Ketika foil-foil udara berukuran mikron ini dibenamkan ke dalam air dan dipukul dengan 130 miliwatt cahaya dari dasar wadah, foil-foil tersebut mulai bergerak ke atas, seperti yang diduga. Namun batangan-batangan tersebut juga mulai bergerak ke samping, arah tegak lurus terhadap cahaya yang datang. Bola-bola simetris sangat kecil tidak menunjukkan efek daya angkat ini, seperti yang ditemukan tim tersebut.

Daya angkat optik berbeda dari daya angkat aerodinamis dengan sebuah foil udara. Sebuah pesawat udara terbang karena udara yang mengalir lebih lambat di bawah sayap-sayapnya menggunakan tekanan lebih besar daripada udara yang mengalir lebih cepat di atas. Namun pada foil cahaya,daya angkat diciptakan di dalam obyek-obyek tersebut ketika sorotan sinar melaluinya. Bentuk foil udara transparan terebut menyebabkan cahaya dibiaskan berbeda-beda tergantung pada tempat cahaya itu lewat, yang menyebabkan pembengkokan sesui momentum sorotan yang menghasilkan daya angkat.

Sudut-sudut daya angkat foil-foil cahaya ini sekitar 60 derajat, menurut temuan tim tersebut. “Kebanyakan benda-benda aerodinamis mengudara pada sudut-sudut yang sangat gradual, akan tetapi hal ini memiliki sudut daya angkat yang luar biasa dan sangat kuat,” ujar Swartzlander. “Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika pesawat anda mengudara pada 60 derajat — perut anda akan berada di kaki.”

Ketika batangan-batangan itu terangkat, seharusnya tidak jatuh atau kehilangan daya angkat, seperti yang diprediksi. “Sebenarnya benda tersebut bisa menstabilkan diri sendiri,” kata Padgett.

Swartzlander mengatakan bahwa dia berharap pada akhirnya bisa menguji foil-foil cahaya tersebut di udara juga, dan mencoba berbagai bentuk serta material dengan berbagai sifat pembiasan. Dalam studi tersebut para penelit menggunakan cahaya infra merah untuk menghasilkan daya angkat tersebut, tapi jenis cahaya lainnya juga bisa, kata Swartzlander. “Yang indah tentang hal ini ialah bahwa benda itu akan berfungsi selama anda memiliki cahaya.”

Studi tersebut dipublikasikan di Nature Photonics tanggal 5 Desember.

Semoga hal ini bisa diteliti lebih lanjut dan dikembangkan untuk kebaikan.

sumber :sainspop

Atmosfer Bawah Bumi (Troposfer) Memanas

Troposfer yang merupakan bagian atmosfer bawah paling dekat dengan Bumi sedang memanas yang secara luas konsisten baik dengan dugaan teoritis maupun pemodelan iklim, menurut studi ilmiah baru.

Studi tersebut dilakukan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan NOAA-North Carolina State University Cooperative Institute for Climate and Satellites (CICS).

Sejak pengembangan pemodelan iklim pertama tahun 1960an, troposfer telah diproyeksikan memanas bersama permukaan Bumi karena peningkatan jumlah gas rumah kaca di atmosfer. Dugaan ini tidak secara signifikan berubah bahkan dengan berbagai kemajuan utama dalam pemodelan iklim. Demikian seperti yang dikutip dari Physorg (16/11/10).

Namun pada tahun 1990an, berbagai pengamatan yang dilakukan tidak menunjukkan bahwa troposfer akan memanas walaupun temperatur permukaan memanas dengan cepat. Kekurangan pemanasan troposferik ini digunakan oleh beberapa pihak untuk menanyakan baik realitas tren pemanasan permukaan maupun reliabilitas pemodelan iklim sebagai instrumen. Studi NOAA yang berjudul “Tropospheric Temperature Trends: History of an Ongoing Controversy” secara ekstensif meninjau kembali analisa ilmiah relevan dan menemukan bahwa tak ada lagi bukti ketidaksesuaian mendasar dan bahwa troposfer sedang memanas.

“Dengan melihat pada perubahan temperatur troposferik yang diamati dan dugaan pemodelan iklim selama ini, bukti sekarang mengindikasikan bahwa tak ada hal ketidaksesuaian mendasar setelah memperhitungkan ketidaktentuan baik dalam pemodelan maupun pengamatan,” kata Peter Thorne yang merupakan ilmuwan senior CICS di Asheville, North Carolina serta peneliti senior di NC State.

“Melihat ke masa depan, hanya dengan beragam observasi dan analisis data yang penuh semangat kita bisa berharap untuk secara memadai memahami tren temperatur troposferik,” kata Dian Seidel yang merupakan ilmuwan NOAA di Air Resources Laboratory di Silver Spring, Maryland.

Makalah tersebut yang ditulis bersama dengan para peneliti dari NOAA, NOAA-NCSU Cooperative Institute for Climate and Satellites, the United Kingdom Met Office, dan Universitas Reading di Inggris, diterbitkan di Climate Change. Walaupun ini merupakan tinjauan komprehensif pertama literatur ilmiah tersebut dalam pokok pembicaraan ini, hal tersebut bukanlah pernyataan akhir terhadap tren temperatur troposferik.

sumber : sainspop